OLEH:
WILSON COLLING
A.LATAR BELAKANG MASALAH
Undang-undang Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah Negara yang berkedaulatan rakyat yang dalam pelaksanaannya menganut
prinsip kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Untuk melaksanakan kedaulatan
rakyat berdasarkan kerakyatan yang dipimpi n oleh himat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, perlu
diwujudkan lembaga permusyawaratan rakyat,lembaga perwakilan rakyat,dan
lembaga perwakilan daerah yang mampu mengejewantahkan nilai-nilai demokrasi
serta dapat menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat,termasuk kepentingan
daerah,agar sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan Negara.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan
ketatanegaraan dan politik bangsa,termasuk perkembangan dalam lembaga
permusyawaratan rakyat ,lembaga perwakilan rakyat,dan lembaga perwakilan
daerah,telah dibentuk Undang-Undang nomor 27 tahun 2009 tentang
MPR,DPR,DPD,DPRD(MD 3).
Untuk mengembangkan kehidupan
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah,perlau diwujudkan lembaga
perwakilan rakyat daerah sebagai penyelenggara pemerintahan daerah bersama
dengan pemerintah daerah sehingga mampu mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara kesatuan
Republic Indonesia.
Dalam rangka menjalankan fungsi
pengawasan terhadap jalannya pemerintahan seorang anggota MPR,DPR,DPD,dan
DPRD-RI,maka setiap anggota MPR,DPR,DPD,DAN DPRD.oleh hukum diberikan hak
kekebalan (immunitet) hak kekebalan itu dapat kita temui secara tegas dalam
Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 20A JO.Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang otonomi daerah,yang pada intinya
secara hukum tidak dapat dituntut dalam menyampaikan pertanyaan atau pendapat
yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tulisan.
Dalam implementasinya tidak
berbanding lurus dengan prakteknya sebagaimana penafsiran oleh penegakkan hukum
dunia peradilan (polisi,jaksa,hakim)seringterjadi anggota DPRD dalam menggalang
aspirasi masyarakat sering menimbulkan akibat hukum DEFAMASI yaitu pelanggaran
pidana pencemaran nama baik yang dilakukan secara lisan maupun tulisan.Defamasi
dalam pasal-pasal WETBOK VAN STRAFRECH0054(WvS)Belanda pada awalnya digunakan
sebagai instrument untuk mengukuhkan kekuasaan otoritarian dengan hukuman kejam
pada saat itu.Demikian juga halnya di Indonesia yang notabene bekas jajahan
Belanda yang serta merta mengadopsi WvS ke dalam KUHP oleh rezim orde lama dan
orde baru dijadikan media yang ampuh untuk melakykan pembungkaman terhadap
warga yang melakukan kritik dan protes,Delik
Defamasi oleh aparat penguasa dan pihak-pihak tertentu masih dijadikan
senjata ampuh untuk mereduksi kebebasan berpendapat .Sebuah gambaran dari jenis
hukum yang oleh Pilippe Nonet dan Philip Selznickdisebut sebagai hukum
refresif.yang mana hal tersebut dialami oleh Anggota DPRD komisi III Halmahera
Tengah dalam menggalang aspirasi rakyat dituduhkan melakukan pencemaran nama
baik.Sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat(1) senyatanya apa yang
dituduhkan masih didalam tugas dan tanggung jawab konstitusional,dan apa yang
disampaikan hal-hal yang merupakan keresahan masyarakat yang sudah menjadi
konsumsi Publik (public trial) dalam putusan Pengadilan Negeri Soasio
Nomor:28/Pid.B/2013/PN.SS mengadili anggota DPRD HALTENG (YT) menjadi terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “PENGHINAAN” dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa YT penjara selama 6
bulan.Majelis hakim dalam putusannya tidak mempertimbangkan hak imunitas.
B.ISU HUKUM
Ada beberapa isu hukum menurut saya penting dan sangat mendasar
untuk ditelaah yaitu:
1.Apakah putusan Pengadilan Negeri dengan penjara 6
bulan sudah pada ratio decidendi yaitu alas an-alasan hukum yang digunakan oleh
hakim untuk sampai kepada putusannya?
2.Dimana kekuatan hak imunitas anggota DPRD?
A.HAK IMUNUTAS DALAM NEGARA HUKUM INDONESIA
Dalam terminology hukum,kata
imunitas merupakan terjemahan dari Bahasa inggeris immunity,yang berarti
kekebalan.Kata lainya adalah imunis,yang bermakna”tidak dapat diganggu
gugat.”Istilah ini terkait dengan tindakan seseorang dalam lingkup
tertentu,seperti korps diplomatic atau anggata legislative.
Black’s Law Dictionary
mencantumkan istilah legislative immunity yang bermakna hak kekebalan yang di
berikan Konstitusi Amerika Serikat kepada anggota Kongres.Pertama, tidak boleh
ditangkap pada saat sidang,kecuali terhadap tindak pidana makaar,kejahatan
berat seperti pembunuhan dan pelanggaran penjanjian perdamaian.
Kedua,untuk setiap pidato atau
debat yang dilakukan di parlemen,mereka mempunyai hak kekebalan,baik itu
opini,pidato debat atau penyampaian pendapat,juga dalam pengambilan suara,laporan
tertulis,dan penyampaian petisi secara umum yang dirasa penting oleh anggota
yang di lakukan dalam rangka tugas sebagai anggota legislative.Bahkan terhadap
adanya tuduhan dengan motif yang tidak jelas melakukan hal-hal di atas,tidak
menghapuskan imunitas mereka, sepanjang dilakukan untuk kepentingan public.
Pembahasan mengenai Hak Imunitas
aparat(pejaba) Negara sejatinya tidak dapat dilepaskan dari konsep awal lahirnya hak imunitas itu sendiri.Konsep ini
dahulu bersal dari sejarah Eropa,ketika makna kedaulatan dan penguasa (Kepala
Negara)di anggap tidak dipisahkan.
Imunitas yang diberikan kepada
kepala Negara dipandang merupakan perpanjangan dari imunitas yang diberikan
oleh dunia Internasional berdasarkan kedaulatan Negara itu sendiri.Imunitas
kedaulatan Negara bermakna bahwa suatu Negara berdaulat memiliki kekuasaan
penuh untuk menjalankan kehidupan negaranya,sehingga kekuasaan demikian harus
di hormati oleh setiap Negara lainnya yang juga memiliki kekuasaan
tersebut.Dengan demikian,kepala Negara diposisikan layaknya Negara itu sendiri.
Dalam kaitanya dengan personalitas
hukum,subjek hukum internasional menikmati semacam keistimewaan atau hak-hak
tertentu,baik dari hukum nasional maupun hukum internasional.Keistimewaan
tersebut salah satunya adalah imunitas terhadap proses hukum dari peradilan
Negara lain yang dapat dinikmati oleh Negara-negara dan organisasi internasional
Hak imunitas ini dapat di bagi
dua,yaitu imunitas Negara(state immunity) dan imunitas diplomatic dan
konsuler.Imunitas kepala Negara ,sebagai bagian dari pengertian pejabat Negara,sering diidentikkan dengan
sovereign immunity dalam hal perolehan kekebalan hukum.Imunitas diberikan
kepada pejabat Negara,terutama kepala
Negara,kepala Negara merupakan gambaran atau perlambangan dari Negara
bersangkutan.Hal ini menempatkan kepala Negara sebagai perlambangan kedaulatan
suatu Negara berdaulat,baik didalam
negeri maupun di luar negeri .Dengan kekebalan hukum ,kepala Negara memiliki
kompetensi untuk mengambil tindakan-tindakan yang dianggap penting dalam
mewujudkan tertbnya kehidupan kenegaraan serta meningkatkan harkat dan martabat
negaranya.
Pemberian hak imunitas kepada
kepala Negara tidak dapat dilepaskan
dari teori imunitas Negara .Teori ini menempatkan posisi bahwa suatu
Negara memiliki kekebalan dihadapan
pengadilan,baik itu nasional mauapun internasional.Sejarah dari nimunitas
kedaulatan diidentikan dengan premis bahwa raja tidak dapat berbuat salah (the
king can do no wrong)dan raja tidak dapat diadili oleh pengadilannya sendiri
(the king cannot be sued in this own courts),yang menempatkan kedaulatan
personal dari sebuah Negara ada pada kepala negaranya.
Keberadaan hak imunitas sebenarnya
terkait dengan fungsi,tugas dan kewenangan dari pejabat yang memperoleh hak
imunitas tersebut. Keterkaitan hak imunitas dengan fungsi,tugas dan kewenangan
dari pejabat tersebut ,akan melekat sepanjang dilakukan dalam lingkup
kewenangannya .Dengan hak imunitas,seorang pejabat Negara diharapkan dapat
mengaktualisasikan keberadaannya sebagai wakil negara untuk melakukan
fungsinya.Namun dengan batasan ,hal tersebut diberikan dalam ruang lingkup
fungsi,tugas dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang.Bagaimana jadinya
apabila pejabat Negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dilanda perasaaan
takut,karena nantinya akan dituntut dijalur hukum ,justru akan kontra produktif
dengan peran pejabat Negara tersebut sebagai wakil Negara untuk menjalankan
kewenangan Negara.
Bagi seorang pejabat
Negara,kekebalan hukum yang diperoleh merupakan bagian dari hak yang harus
diakui oleh hukum nasional.Hal ini dilakukan demi kepentingan Negara ,dalam
arti untuk kemajuan dan tata tertib kehidupan bernegara,sehingga merupakan
sesuatu yang wajar apabila pejabat Negara menggunakan kekebalan dan
keistimewaan tersebut untuk memperlancar pelaksanaan tugas yang dibebankan
kepadanya berdasarkan undang-undang.
Anggota Legislatif
Dasar hukum,pada prinsipnya hak imunitas secara konstitusional telah
diatur keberadaannya dalam Pasal 20A ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945,yang menyebutkan bahwa :Selain hak yang diatur dalam
pasal-pasal lain Undang –Undang Dasar ini,Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak
mengajukan pertanyaan,menyampaikan usul dan pendapat,serta hak imunitas.
Dalam pengaturan yang lebih tegas dapat dilihat dalam Pasal 366 ayat
(1,2,3,dan 4) Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR,DPR,DPD,DAN DPRD.
1) Anggota DPRD kabupaten/kota
mempunyai hak imunitas
2) Anggota DPRD kabupaten/kota
tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan,pertanyaan,dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis didalam rapat
DPRD kanupaten/kota yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPRD
kabupaten/kota.
3) Anggota DPRD kabupaten/kota
tidak dapat diganti antar waktu karena pernyataan,prtanyaaan,dan/atau pendapat
yang dikemukakannya didalam rapat DPRD kabupaten/kota maupun diluar rapat DPRD kabupaten/kota yang
berkaitan denagn fungsi serta tugas dan wewenang DPRD kabupaten/kota.
4) Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang bersangkutan mengumumkan
materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan atau hal
lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan hal tersebut ,dapat diketahui bahwa selama seorang anggota DPR mengemukakan
pernyataan,pertanyaan dan atau pendapat yang dikemukakannya,baik secara lisan
maupun tertulis,sepanjang dalam rapat DPR ataupun diluar rapat DPR serta
berkaitan erat dengan fungsi serta tugas dan kewenangan DPR tidak dapat
dituntut didepan pengadilan ,dan inilah yang selanjutnya disebut hak imunitas.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah pasal 45 huruf d,e dan g,jo pasal 52
ayat(1) :
Pasal 45
Huruf d:memperjuangkan penungkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
Huruf e:menyerap,menampung,menghimpun,dan menindaklanjuti aspirasi
rakyat.
Huruf g:memberijan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya
selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap
daerah pemilihannya.
Pasal 52
Ayat (1) :Anggota DPRD tidak dapat dituntut dihadapan pengadilan
karena pernyataan,prtanyaan,dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis dalam
rapat DPRD,sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan tata tertib dank ode
etik DPRD.
Bedasarkan fakta-fakta hukum serti tersebut dengan diberikanya hak
imunitas kepada anggota DPRD saat menjalankan kewajiban konstitusional betapa
beratnya tugas dan tanggungjawab sebagai pemegang kedaulatan rakyat setiap saat
harus melakukan control pengawasan terhadap pemerintahan yang kerap akan
beringsinggungan dan mengakibatkan terjadinya benturan antara kekuasaan
khusunnya EKSEKUTIF dan kekuasaan LEGISLATIF para pendiri Republik Indonesia
ini menyadari hal tersebut dan berangkat dari kesadaraan itu,bahwa setiap
anggota MPR,DPR,DPD dan DPRD di lengkapi dengan kekebalan dari kekuasaan
EKSEKUTIF
DUDUK PERKARA
Anggota DPRD Halmahera Tengah
(Yoksan Tomo) periode Tahun 2009-2014
Yoksan Tomo merupakan anggota DPRD Halmahera Tengah
Provinsi Maluku Utara Periode Tahun 2009s/d 2014.Pada tanggal 25 januari
2011,mengadakan kunjungan keluarga
silaturahmi ke Desa Sibenpopo ,guna memenuhi permintaan warga Sibenpopo
untuk melihjat kondisi jalan dan jembatan
di desa Sibenpopo yang rusak dan perlu dibangun.Yoksan Tomo juga hadir dalam
pertemuan yang diprakarsai oleh warga Desa Sibenpopo ,dimana pertemuan tersebut
diadakan dirumah Pendeta Djoice Dagali
dan dihadiri kurang lebih 15(lima belas orang).Dalam pertemuan tersebut Yoksan
Tomo menyampaikan hal-hal yang menyangkut dengan tukar guling gedung gereja dengan menggunakan anggaran
APBD 2008-2009.Berdasarkan surat perjanjian tukar guling ,secara jelas dan
berdasarkan fakta Nomor:13/100/PDHT/2008
dan Nomor:BPHS/530/C-10/XXVI/2008,menandatangani surat tukar guling tersebut
oleh pemerintah Halmahera Tengah,sebagai pihak kedua yakni Ir.Basri Amal,M.M
selaku pejabat Sekretaris Daerah
Kabupaten Halmahera Tengah dan Ibrahim Umar,S.Ip,M.SI. selaku Kepala Bagian
Pemerintahan Kabupaten Halmahera Tengah.Mengetahui Bupati Mapa Ali Yasin,MMt.Yoksan Tomo selaku Anggota DPRD
Komisi III masih aktif,dalam pertemuan itu ada sebuah diskusi dengan masyarakat Desa Sibenpopo tentang
kinerja pemerintahan kabupaten Halmahera Tengah.Didalam pertemuan tersebut satu peserta
atau konstituen bertanya(Hermon),kurang lebih seperti ini pertanyaan yang
didengarkan dan didiskusikan yang lain,”Bapak Yoksan,bagaimana kelanjutan tukar
guling gedung ereja tersebut?”,lalu Anggota DPRD(Yoksan Tomo)”Adapun mengenai
tukar guling tersebut tidak terlaksan karena tidak adanya anggaran pembagunan
dua gedung tersebut didalam mata anggaran APBD tahun 2008-2009”.Dan kenyataanya
yang membangun gedung tersebut adalah salah satu kontraktor (Nyong Angkowi)
yang dibangun secara Cuma-Cuma,65% dana Nyong Angkowi dan swadaya jemaat 35%
tidak menggunakan dana APBD.Sehingga Anggota DPRD berpendapat tidak sesuai
dengan yang disampaikan oleh Bupati.Yang mana hal tersebut terjadi pembohongan
public.Temuan tersebut sudah
ditindaklanjuti oleh Kejaksaan Negeri Weda Kabupaten Halmahera Tengah.Dengan
memanggil saudara Sekda Ir.Basri Amal,MM, namun belum ada penyelesaian dan
titik terang oknum jaksa tersebut dipindah tugaskan oleh Kejaksaan Negeri
Weda.Yoksan Tomo,dalam waktu bersamaan ,menyampaikan juga hal-hal yang
merupakan keresahan masyarakat Halmahera Tengah tentang tes pegawai CPNS tahun
2010 tidak ada terwakili dari umat nasrani hal ini sudah menjadi konsumsi
public(public trial) yang mana di kabupaten Halmahera Tengah populasi umat
nasrani kurang lebih 30%sehingga sesuatu yang wajar masyarakat mempertanyakan
hal itu dan Anggota DPRD Halmahera Tengah(Yoksan Tomo) juga masih berada dalam
ruang lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai Anggota DPRD dalam hal untuk melakukan
tugas-tugas (korektif-konstruktif)terhadap pelaksanaan pemerimtahan yang
transparan,terbuka,demokratis,akuntabel,terhindar dari birokrasi yang
korupsi,kolusi,dan nepotisme.Berdasarkan fakta-fakta diatas ,bahwa yang disampaikan oleh Anggota
DPRD kepada masyarakat Desa Sibenpopo ,secara konstitusi memiliki kewajiban
sebagai wakil rakyat untuk menyerap,menampung ,menghimpun dan menindaklanjuti
aspirasi rakyat sebagai perwujudan menjalankan fungsi control pemerintah
eksekutif.
PERMASALAHAN YANG DIHADAPI OLEH ANGGOTA DPRD
Berdasarkan kunjungan pada tanggal
25 januari 2011 di Desa Sibenpopo menimbulkan akibat hukum yanga mana anggota DPRD dituduhkan telah melakukan
pencemaran nama baik kepada Bupati Ir,Maipa Alyasin Ali,MMT.Sebagaimana
dimaksud pada pasal 310 ayat (1) KUHP.Anggota DPRD mengalami rekayasa dan
diskriminasi hukum sejak permasalahan ini ditangani oleh pihak Kepolisisan
Republik Indonesia Daerah Maluku Utara antara lain:Dalam Berita
Acara Pemerisaan(BAP)penyidik kepolisian mengkodisikan atau mengarahkan
pertayaan yang menjebak ke isu sara dengan kata-kata diantaranya,Bupati berbuat
tidak adil,tidak memperhatikan orang Kristen(menganatirikan),tidak berlaku
jujur,dan tes CPNS selama ini Nasarani jarang sekali diterima oleh pemnda
Halmahera Tengah.Dan dalam pemeriksaan perkara tersebut penyidik kepolisian
telah melakukan penyimpagan hukum(deviant of law) tidak memenuhi syarat
normatif sebagai penyidik sesuai dengan
peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 tahun 2010 tentang pelaksana
an Kitab undang-undang KUHAP sebagaimana
diatur dalam pasal 2a ayat (1) huruf a yaitu:seorang penyidik harus
berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan sarjana strata
satu atau yang setara,tetapi kenyataanya dalam perkara penyidikan dengan
NO.LP/K/VII/2011/SPKT tanggal 25 juli 2011.penyidik masih berpangkat setingakat
Bintara yang tidak mempunyai kapasitas sebagai penyidik,sedangkan kualitas
penyidikan ditentukan oleh sumberdaya dan pengetahuan hukum seorang penyidik
yang merupakan taruhan nasib anggota DPRD (Yoksan Tomo) dalam proses penyidikan
yang dibutuhkan di tingakat penuntutan maupun peradialan. Anggota DPRD (YOKSAN
TOMO) Halmahera Tengah mengalami diskriminasi hukum dan rekasaya yang dilakukan
oleh BUPATI yang begitu jelas dan nyata
seluruh saksi-saksi di jemput kerumah
masing-masing oleh sopir Bupati dan semua saksi dibawah ke kediaman Bupati
untuk melakukan Brain wash(cuci otak) yang mana di kondisikan secara tersistem
dan terstruktur hal ini merupakan pengakuan saksi-saksi dalam fakta persidangan
ketika pulang masing-masing saksi diberikan uang oleh Bupati antara
lain:liberti,Matahari,Wempi Paparan,DJoice Dagali.Bahwa rekayasa dan
penyimpangan hukum oleh kepolisian polda Maluku Utara begitu jelas dan nyata
seluruh saksi-saksi seteoah selesai dari kediaman Bupati,saksi dibawa menuju Guest House untuk melakukan proses
pemeriksaan oleh pihak kepolisisan Polda
Maluku Utara serempak 2 kelompok secara pararel .Dalam berita Acara Pemeriksaan
(BAP) seluruh keterangan yang disajikan memliki kesamaan baik titik maupun koma
fakta tersebut diatas merupakan
pengakuan saksi-saksi dari pihak bupati dalam fakta persidangan lebih jelasnya
dapat dilihat dalam putusan.Bahwa sangat jelas menyimpang dari ketentuan KUHAP
yang dillakukan oleh pihak kepolisian Polda Maluku Utara melakukan pemeriksaan
di guest house.Yang menjadi pertanyaan ,apa urgensinya sehingga melakukan pemeriksaan pun tidak pada tempatnya sedangkan pollres Halmahera
Utara berdiri dengan megah yang jaraknya tidak jauh dari Guest House kurang
lebih 700-800 meter?jika saja Anggota
DPRD melakukan kejahatan luar biasa menyerang kehormatan Negara maupun teroris mungkin dapat
dimaklumi.Apakah memang seperti ini aparat penegakkan hukum kita di Republik
Indonesia dibumi pertiwi merah putih ini atau memang ada Undang –undang yang
mengatur memberikan hak istimewa kepada Bupati Yasin Ali ?Ataukah ini merupakan
tirani kekuasaan disebuah negeri yang kering dan tandus dengan masalah hukum
dan keadilan bagi masyarakat yang tak berdaya.
Bahwa diskriminasi hukumoleh
tirani kekuasaan tampak jelas dan nyata yang Anggota DPRD alami pada hari senin
tanggal 21 maret bertempat di dalam
gedung DPRD. Setelah rapat paripurna NY.Mutiara Yasin ALI istri Bupati Yasin Ali.yang
merupakan salah satu ketua komisi III DPRD Kbupatean Halmahera Tengah melakukan
sebuah tindakan yang tidak terpuji dan tidak sepantasnya sebagai istri dari
orang nomor 1 di Halmahera Tengah menghampiri Anggota DPRD dengan kondisi penuh
amarah sambil mrenunjuk-nunjuk dan berteriak-teriak dengan suara lantang “kamu
(Yoksan) telah melakukan pencemaran nama baik saya(Mutiara)dan nam baik suami
saya BUPATI Yasin Ali “,dikalangan umat nasrani
bahwa Bupati selama ini menganaktirikan umat nasrani.Bahwa pada saat itu
terjadi perang mulut karena Anggota DPRD tidak menerima tuduhan itu,tetapi
beberapa menit kemudian Bupati Yasin Ali yang merupakan suami dari NY.MUTIARA
YASIN Ali datang membantu istrinya dengan nada emosi sambil berkata kamu
(YOKASAN) provakator menyebarkan isu SARA,kamu (YOKSAN)”Tara lama ngana pegigi
ciri” yang artinya tidak lama gigi kamu saya(bupati) rontokin” sambil mendekati
anggota DPRD (yoksan tomo) dengan gerakan mau memukul sambil di kepung oleh
SPKD dan Satpol PP yang sudah disiapkan secara terencana oleh BUPATI YASiN ALI,tiba-tiba
pukulan pun mendarat kemulut dengan menggunakan map kedapa anggota DPRD komisi
III (Yoksan Tomo) yang dilakukan oleh MULHLIS AJARAN yang merupakan Ketua Komisi II DPRD kaa.Halmahera Tengah
dari fraksi PDIP.Situasi semakin memanas
tiba-tiba datang anggota DPRD MUHAMMAD LUKMAN wakil ketua DPRD
Kab.Halama Herah Tengah dari Partai Demokrat membentak dengan suara keras
mengusir sekelompok Preman berseta Bupati,sambil
berkata”keluar….keluar….keluar….ini bukan kantor Bupati,ini gedung DPRD,ini
masalah internal jangan ikut campur!”Bupati Yasin Ali dan sekelompok preman pun
keluar meninggalkan ruangan DPRD Kab.Halmaherah Tengah.Bahwa atas kejadian
tersebut anggota DPRD (Yoksan Tomo) tidak menerima tindakanke sewenang-wenangan
dan penuh dengan arogansi tuduhan yang
merupakan karangan Bupati dan istrinya
MUtiara yang selama ini merasa tidak nyaman atas kritik-kritik yang di
lontarkan tentang kebijakan-kebijakan yang menyimpang dari ketentuan peraturan
perundang-undangan,atas kejadian penyerangan tersebut anggota DPRD (Yoksan
Tomo) telah melaporkan Bupati dan kroni-kroninya kepihak kepolisan Polres
Halmahera Tengah dengan Nomor Perkara
LP:STLP/09/III?SPK tanggal 25 Maret tahun 2011,tindak pidana penginaan dan
penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 310 ayat(1) Jo.352 KUHPidana
namun sampai dengan saat ini kuarang lebih sudah3 (Tahun),laporan tersebut
tidak jelas dan tidak ada kejelasan disilah sangat kental dengan sikap dan
mental aparat penegakkan hukum melakukan diskriminasi hukum,telah mencederai jaminanan
kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di muka
hukum(reshtsgelikheid) atau eguality before the law syarat mutlak bagi
terwujudnya pasal 1 ayat(3) UUD 1945.sangat ironis dengan mental penegakkan
hukum padahal kalau bicara aturan hukum sangat jelas dalam undang_undang Nomor
2 tahun 2002 tentang polri vide pasal 2 cukup jelas tentang fungsi kepolisian
melndungi,mengayomi,dan memelihara ketertiban umum,serta menegakkan hukum ini
saja sudah cukup jika penegakkan hukum bersikap profesiona dan impartial (tidak
memihak). Pemasalahan ini sangat kental
dengan tirani kekuasaan jika di bandingkan dengan Laporan Bupati Yasin Ali
melaporakan anggota DPRD (Yoksan Tomo) kepihak kepolisian Polda Maluku Utara
pada tanggal 09 november 2011 Nomor:LP/27/VII/SPKT pehak pepolisian dengan
cepat merespon dan bertindak bahkan
pemeriksaan pun di lakukan bukan di kantor polisi,tetapi di Guest House dan
serempak semua sakasi-saksi di periksa secara parallel tidak pada tempatnya.
Dari seluruh uraian rekayasa dan
diskriminasi hukum yang di alami anggota DPRD Komisi III Kab.Halmahera Tengah
yang menjadi aneh permasalahan yang lahir dari sebuah rekayasa hanya didasari
bukti yang sumir dan penuh dengan manipulative belaka bias jadi(P-21) sempuna semestinya diferensiasi kepolisian dan kejksaan berfungsi saling mengontrol dan melengkapi yang masing-masing sub sistem dalam sistem peradilan menjalankan fungsinya secara pprofesional dan menjunjung tinggi rules of law and rule of ethics setogianya kejaksaan negeri Weda mengtakan P-19 berkas dikembalikan kepada kepolisian karena tidak lengkap .Banyak kalangan pemerhati hukum dan keadilan mengatakan ini kasus sampah tidak perlu dipermasalahkan jika dalam hati sanubari aparat penegakkan hukum masih mengandalkan hati nurani.Kalau aparat penegak hukum konsisten menegakkan hukum tanpa tebang pilih masih banyak kasus-kasus yang menarik khususnya di Maluku Utara yang tidak tersentuh oleh hukum dan ini sudah menjadi isu nasional.
bukti yang sumir dan penuh dengan manipulative belaka bias jadi(P-21) sempuna semestinya diferensiasi kepolisian dan kejksaan berfungsi saling mengontrol dan melengkapi yang masing-masing sub sistem dalam sistem peradilan menjalankan fungsinya secara pprofesional dan menjunjung tinggi rules of law and rule of ethics setogianya kejaksaan negeri Weda mengtakan P-19 berkas dikembalikan kepada kepolisian karena tidak lengkap .Banyak kalangan pemerhati hukum dan keadilan mengatakan ini kasus sampah tidak perlu dipermasalahkan jika dalam hati sanubari aparat penegakkan hukum masih mengandalkan hati nurani.Kalau aparat penegak hukum konsisten menegakkan hukum tanpa tebang pilih masih banyak kasus-kasus yang menarik khususnya di Maluku Utara yang tidak tersentuh oleh hukum dan ini sudah menjadi isu nasional.
Penyimpangan perilaku penegak
hukum Kejaksaan Negeri Weda yang Anggota DPRD alami pada saat itu ketika
pelimpahan berkas P-21 dari pihak kepolisian Kejaksaan Negeri Weda memaksakan
Anggota DPRD segera ditahan terjadlah perdebatan dan menyampaikan keberatan
–keberatan hari ini saya bersedia ditahan dan patuh pada hukum jika saya
bersalah dan melalui proses hukum yang baik dan adil tanpa ada intrik-intrik
politik kotor dengan perdebatan yang a lot alhasil tidak ditahan tetapi wajib
lapor dan permasalahan yang Anggota DPRD alami ada knum kasi intel Kejaksaan
Negeri Weda yang masih memiliki hati nurani menghampiri Anggota DPRD seraya
berkata masalah bapak sebenarnya tidak perlu dipermasahkan tapi sudah
ditunggangi oleh pihak ketiga, kami anak buah hanya mengikuti perintah dari
pemimpin jadi saya sarankan (oknum kasi intel),Bapak lapor ke Jaksa Agung muda
pengawas (JAMWAS) dijakarta.
Permasalahn dan diskriminasi hukum
yang dilakukan oleh tirani kekuasaan Kabupaten Halmahera T engah menggunakan
instrument-instrumen kenegaraan Provinsi Maluku Utara cukup jelas berdasarkan
konstatasi fakta hukum yang diuraikan diatas sangat pradoks sikap dan mental
penegakkan hukum (polisi,jaksa) ,permasalahan yang lahir dari hasil rekasaya
dan sangat kental dengan nuansa politik belaka tetap memaksakan di teruskan
ketingkat peradilan Pengadilan Negeri Soa Sio .Anggota DPRD (Yoksan Tomo) pun
menghadapinya dengan sebuah harapan disana pasti ada keadilan sebab selama ini
terbesit dalam benaknya ,bahwa pengadilan yang mandiri,netral(tidak memihak)
kompeten,transparan,akuntabel dan bewibawa,yang mampu menegakkan wibawa
hukum,pengayoman hukum,kepastian hukum yang merupakan condition sine qua non
atau persyaratan mutlak dalam sebuah Negara yang berdasarkan hukum.
FAKTA PERSIDANGAN
Pengadilan Negeri SoaSio
memutuskanperkara Nomor 28/Pid.B/2013/PN.SS pada hari kamis tanggal 11 Juni
2013 menyatakan secara sah dan meyakinkananggota DPRD komisi III (Yoksan Tomo)
bersalah melakukan tindak pidana “PENGHINAAN”terhadap Bupati Yasin Ali,berikut
kutipan putusan:
MENGADILI:
1.Menyatakan
Terdakwa YOKSAN TOMO ,S.Th alias YOKSAN telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana”PENGHINAAN;’’
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut
dengan pidana penjara selama
6(enam)bulan;
3. Mebebankan terdakwa untuk membayar biaya
perkara dalam perkara ini sebesar Rp.1000,-(seribu rupiah).
Atas putusan tersebut Anggota
DPRD menganggap putusan ini telah mencederai rasa keadilan sehingga melakukan
banding ke Pengadilan Tinggi Maluku Utara dengan harapan disana akan melakukan
koreksi dan memutuskan berdasarkan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA” tetapi hasil putusan pengadilan tinggi Nomor:26/PID/2013/PT.MALUT
pada tanggal 01 oktober 2013,setali tiga uang menguatkan putusan Pengadilan
Negeri menjatuhkan pidana penjara 6 (enam) bulan.Bahkan isi putusan menguatkan
sebelum disampaikan ke kuasa hukum principal,materi substansinya sudah
dipublikasikan di media massa Pos Malut .berikut kutipan putusan:
MENGADILI
-Menerima permintaan Banding dari Penasehat Hukum Terdakwa dan Jaksa
Penuntut Umum tersebut;
-Memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Soasio
Nomor:28/Pid.B/2013/PN.SS tanggal 11 juli 2013 yang dimintakan Banding
tersebut,sekedar mengenai kualifikasi tindak pidananya,sehingga amar selengkapnya
berbunyi sebagai berikut:
1. Menyatakan Terdakwa YOKSAN
TOMO,S,Th alias YOKSAN telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “Pencemaran”;
2. Menjatuhkan pidan kepada
Terdakwa tersebut dengan pidana penjara selama 6(enam) bulan;
3. Membebankan kepada Terdakwa
untuk membayar biaya perkara dalam kedua tingkat Peradilan,yang untuk Tingkat
Banding sebesar Rp.2.500,-(dua ribu lima ratus rupiah);
Dan dalam kostantasi fakta persidang pengadilan
Negeri SoaSioa kutua majelis hakim sangat jelas tidak mencerinkan pendadilan
yang afir,bijaksana,tidak adil,independen serta sangat jelas berpihak kepada
Bupati Yasin Ali:dalam hal ini selalu memojokan saksi-saksi dari terdakwa
YOKSAN TOMO,S.Th.pertyaan yang di lontarkan tidak mencerminkan wibawa hukum
pengyaoman sebab selalu dengan nada keras memarahi saksi-saksi dari
terdakwa,bahkan yang sangat konyal lagi ketua majelis hakim pada saat membuka
sidang dan terbuka untuk umum langsung memgucapkan terima kasih terhadap saksi
korban BUPATI YASIN ALI ,atas penawaran Gedung serbaguna untuk di
jadikan Kantor Pengadilan Negeri SoaSio sementara,ketika kami(hakim) melakukan
pengecekan bahwa gedung itu,dalam tahap proses surat tukar guling antara
pemerintah kepulauan Tidore dengan pemerintah kabupaten Halmahera Tengah.